Subscribe RSS


kan unik dari perairan Ambon dengan bentuk tubuh yang bulat seperti kodok dan motif lurik seperti batik di sekujur tubuhnya ditahbiskan sebagai spesies baru. Hasil pemeriksaan DNA menunjukkan bahwa ikan tersebut berbeda dengan semua jenis ikan yang ada.

Namun yang tak kalah menarik dari penampilan ikan tersebut adalah mukanya yang datar dan mata menonjol sehingga sekilas mirip manusia. Apalagi dengan mulut yang lebar, sesekali terlihat seperti seseorang yang tersenyum.

Keberadaannya pertama kali ditemukan seorang instruktur selam yang bekerja pada sebuah operator wisata setahun lalu di perairan dangkal sekitar Pulau Ambon. Penemuan tersebut langsung dilaporkan kepada Ted Petsch, pakar ikan dari Universitas Washington untuk dipelajari.

"Seperti ikan kodok lainnya, ia punya sirip pada kedua sisi tubuhnya dan tumbuh seperti kaki. Namun, perilakunya belum pernah terlihat pada ikan sejenis lainnya," ujar Pietsch. Misalnya, ikan yang bertubuh bulat tersebut terlihat sesekali memantulkan diri di dasar laut seperti sebuah bola karet yang bergerak tak beraturan.

Pietsch kemudian memberinya nama spesies psychedelica sesuai gambaran penampilan dan perilakunya. Ikan tersebut masuk dalam genus Histiophryne sehingga nama ilmiahnya Histiophryne psychedelica.

"Saya pikir orang telah begitu mengenal ikan kodok dan menemukan satu ekor yang baru seperti ini sungguh terdengar spektakuler," ujar Mark Erdman, penasihat senior program kelautan Conservation International. Ia mengatakan penemuan tersebut juga menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies di kawasan habitat yang masuk dalam Segitiga Koral tersebut mungkin masih banyak yang belum terungkap.

Tubuhnya yang sebesar kepalan tangan orang dewasa dilindungi kulit berlipat yang keras sehingga tahan dari gesekan terumbu karang.

Category: | 0 Comments


Ukuran tubuhnya tak seberapa hanya sekitar 1,7 centimeter. Namun, seekor ikan yang baru ditemukan di sungai di bagian utara Burma ini pantas disebut ikan drakula.

Pasalnya, ikan tersebut memiliki gigi-geligi dan di bagian depan mulutnya terdapat sepasang gigi memenjang mirip taring vampir atau drakula. Dipastikan sebagai spesies baru, para ilmuwan memberinya nama Danionella dracula.

"Ikan ini merupakan salah satu penemuan hewan bertulang belakang yang paling luar biasa dalam beberapa dekade terakhir," ujar Dr Ralf Britz, zoolog dari Museum Sejarah Nasional London. Selain taringnya yang langka, tubuhnya juga transparan.

Britz mendeskripsikan ikan tersebut sebagai bagian kelompok ikan yang disebut cypriniform yang merupakan kelompok dekat ikan zebra. Meski demikian, Danionella sangat unik karena di antara 3.700 spesies dalam kelompok ini tidak ada yang memiliki taring. Faktanya selama ini taring pada ikan telah hilang sejak 50 juta tahun

Category: | 0 Comments


Seekor ubur-ubur yang hidup di perairan Pulau Tasmania, Australia, sangat unik dengan nyala warna-warni pelangi, merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu berderet di bagian bawah tubuhnya. Saking uniknya, seorang pakar ubur-ubur pun langsung yakin bahwa ubur-ubur itu sebagai spesies baru waktu melihatnya pertama kali.

Warna-warni pelangi terlihat di bagian cilia, sepasang alat tubuh mirip rambut yang bergerak serempak saat ubur-ubur berenang di perairan. Nyala pelangi tersebut tidak dihasilkan sendiri oleh tubuh ubur-ubur seperti hewan bioluminiscent, tetapi dari pantulan cahaya yang jatuh ke permukaan cilia tersebut.

"Spesies baru ini masuk dalam Ctenophora, kelompok hewan yang aneh dan belum banyak diketahui," kata Lisa Gershwin yang merupakan kurator ilmu alam di Museum dan Galeri Seni Ratu Victoria di Tasmania. Untuk seekor ubur-ubur, ukuran tubuhnya relatif besar dengan panjang 13 sentimeter.

Meski demikian, tubuh hewan tak bertulang belakang itu sangat rapuh. Buktinya, saat terkena jaring untuk diangkat ke permukaan, tubuhnya langsung rusak.

Gershwin menemukannya saat melakukan observasi menggunakan tangki khusus yang memudahkannya mengamati hewan-hewan bawah air. Ini merupakan spesies ubur-ubur ke-159 yang pernah ditemukannya.

sumber : compas.com

Category: | 0 Comments

Beberapa ilmuwan India telah menemukan mikro-organisme yang disebut "extremophiles", yang dapat bertahan hidup di dalam air mendidih dan radiasi sinar ultraviolet.

Menurut laporan tabloid setempat Mail Today, para ilmuwan tersebut menemukan mikro-organisme itu pada ketinggian 40 kilometer di atas permukaan Bumi.

Penelitian dipimpin ilmuwan dari Center of Cellular and Microbiology di kota Hyderabad, India Selatan, S Shivaji. Ia telah meneliti bakteri di Antartika, Samudera Kutub Utara, dan Gletser Himalaya. "Ketiga spesies baru yang ditemukan sekarang dapat dibedakan dari semua spesies yang sejauh ini dilaporkan di dalam catatan ilmiah," kata surat kabar tersebut, yang mengutip keterangan Shivaji.

Bakteri itu dapat bertahan pada radiasi ultraviolet dosis lebih tinggi, tumbuh di dalam kondisi gizi rendah, dan memiliki susunan asam lemak yang memungkinkan mereka bertahan hidup dalam kondisi ekstrem.

Spesies baru itu kini diisolasi. Semua spesies tersebut dikumpulkan dari ketinggian antara 20 kilometer dan 41,4 kilometer pada April 2005, tetapi temuannya baru terjadi belum lama ini. Para ilmuwan mengatakan sulit untuk meramalkan bagaimana bakteri dapat bertahan hidup di lingkungan yang rendah oksigen semacam itu.

Penelitian extremophiles menimbulkan pertanyaan mengenai kelangsungan hidup bentuk kehidupan. Itu dapat mengarah pada pengenalan lebih lanjut mengenai rangkaian baru dan menemukan beragam penerapan produk yang berlandaskan bioteknologi.

sumber: compas .com

Category: | 0 Comments



Para peneliti berhasil mendeteksi spesies baru katak dari Lembah Cosqipata, Peru, yang unik dengan ukuran tubuh sangat kecil. Tanpa pengamatan seksama, katak yang hanya sebesar kuku jari manusia mungkin akan terlewatkan.

"Karakter yang paling unik dari spesies baru ini adalah ukurannya yang sangat kecil," ujar para peneliti seperti dilaporkan dalam jurnal Copeia edisi terbaru. Katak betina hanya tumbuh hingga sepanjang 1,24 sentimeter saat dewasa, sementara yang jantan hanya 1,11 sentimeter.

Katak yang belum diberi nama ilmiah ini dikelompokkan dalam genus Noblella. Hidupnya pada ketinggian antara 3.025 dan 3.190 meter di Pegunungan Andes. Habitatnya berupa dedaunan yang jatuh di lantai hutan tropis pegunungan tersebut.

Menurut salah satu penelitinya, Alessandro Catenazzi dari Universitas California, AS, habitatnya juga di luar dugaan. Pada ketinggian lebih dari 3.000 meter, biasanya hanya ditemui spesies dengan ukuran lebih besar.

kompas.com

Category: | 0 Comments